Selasa, 19 Februari 2013

Apa Kabar Pos Penyuluhan Desa/Kelurahan

Empat atau lima tahun yang lalu, tepatnya pada kegiatan temu teknis penyuluh pertanian yang diselenggarakan di Hotel Novada, ada salah satu materi tentang kelembagaan penyuluhan tingkat desa/kelurahan (pos penyuluhan desa/kelurahan). Yang mana materi tersebut disampaikan oleh Koordinator Penyuluh Pertanian Kabupaten Kotawaringin, Bapak Marsono, kala itu. Walaupun pada saat itu peserta tampak kurang respon, namun pemateri terlihat cukup percaya diri. Maka dari itu, setelah sekian tahun lamanya, dengan memanfaatkan Google Search, keinginan untuk tahu sejauh mana perkembangan terkait materi tersebut, menunjukkan kemajuan yang signifikan. Ingin tahu hasilnya ?! Mari kita simak ulasan berikut ini.
Undang-undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan Pasal 8 Ayat (5) menyatakan bahwa kelembagaan penyuluhan pada tingkat desa/kelurahan berbentuk pos penyuluhan desa/kelurahan yang bersifat nonstruktural. Lebih lanjut dijelaskan pada Pasal 16 Ayat (1) bahwa pos penyuluhan desa/kelurahan merupakan unit kerja nonstruktural yang dibentuk dan dikelola secara partisipatif oleh pelaku utama. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia arti unit kerja adalah satuan kerja. Yang mana “satuan” itu sendiri berarti “regu”. Sumber lain mengatakan bahwa unit kerja adalah satuan organisasi. 
Dari beberapa pengertian tersebut di atas, maka dapat dipahami bahwa pos penyuluhan desa/kelurahan tidaklah hanya sekedar tempat atau ruangan dan/atau meja dan kursi yang khusus diperuntukkan bagi penyuluh PNS semata. Justru seorang penyuluhlah, khususnya penyuluh PNS, yang hendaknya bertindak sebagai provokator kepada pihak-pihak terkait atau pihak-pihak yang berkepentingan agar pos penyuluhan desa/kelurahan segera dibentuk. 
Sehubungan dengan pengelolaan atau manajemen pos penyuluhan desa/kelurahan, ada beberapa referensi yang patut dipertimbangkan, antara lain :
1.    Program Pemberdayaan Petani melalui Teknologi dan Informasi Pertanian (P3TIP)
Yaitu program yang memfasilitasi kegiatan penyuluhan pertanian yang dikelola oleh petani atau Farmers Managed Extension Activities (FMA). Melalui kegiatan ini petani difasilitasi untuk merencanakan dan mengelola sendiri kebutuhan belajarnya, sehingga proses pembelajaran berlangsung lebih efektif dan sesuai dengan kebutuhan pelaku utama
Dalam metode FMA ini pelaku utama dan pelaku usaha mengidentifkasi permasalahan dan potensi yang ada pada diri, usaha dan wilayahnya, merencanakan kegiatan belajarnya sesuai dengan kebutuhan mereka secara partisipatif dalam rangka meningkatkan produktivitas usahanya guna peningkatan pendapatan dan kesejahteraan keluarganya.
Tujuan umum pelaksanaan FMA adalah untuk meningkatkan kemampuan pelaku utama dan pelaku usaha dalam merencanakan, mengorganisasikan, melaksanakan, memantau dan mengevaluasi kegiatan-kegiatan penyuluhan pertanian dari, oleh dan untuk pelaku utama dan pelaku usaha dalam mengelola usahanya secara optimal dalam rangka peningkatan pendapatan dan kesejahteraan keluarga pelaku utama secara berkelanjutan.
Tujuan khusus pelaksanaan FMA adalah meningkatkan kapasitas pelaku utama dan pelaku usaha dalam :
a.       meng­identifikasi potensi yang dimilikinya, masalah-masalah yang dihadapi dalam pengelolaan usahanya dan alternatif-alternatif pemecahannya;
  1. memilih usaha yang paling menguntungkan serta mengidentifikasi kebutuhan informasi, teknologi dan sarana yang diperlukan untuk mengembangkan usahanya secara berkelanjutan;
  1. membangun keswadayaan, keswadanaan dan ke­pemimpinan pelaku utama dalam penyelenggaraan penyuluh­an pertanian dengan memperhatikan kesetaraan gender;
  1. menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan penyuluh swadaya dan organisasi petani (kelompoktani/gapoktan/asosiasi dll) untuk menjamin keberlanjutan penyuluhan dari, oleh, dan untuk pelaku utama dan pelaku usaha dalam pengembangan sistem agribisnis;
  1. menciptakan lingkungan yang mendorong lahirnya fasilitas pembelajaran bagi pelaku utama dan organisasi petani (kelompoktani/gapoktan/asosiasi dll) di tingkat desa, kabupaten dan provinsi dimana para pelaku utama dan pelaku usaha, laki-laki dan perempuan, dapat saling berbagi pengalaman dan juga untuk me­ngembangkan kemitraan diantara mereka serta dengan pihak lainnya;
  1. mengembangkan jejaring kerja dengan sumber-sumber informasi teknologi, pemasaran, permodalan dalam rangka pengembangan usahanya;
  1. mengembangkan kemitraan usaha dengan pihak lain;

h. memperluas dan mengembangkan usaha kelompoktani/gapoktan/asosiasi sehingga mencapai skala usaha yang efisien dalam rangka meningkatkan posisi tawar pelaku utama dan pelaku usaha.
Lebih lanjut kunjungi : www.deptan.go.id/feati/

2.    Pedoman Pengembangan Pos Penyuluhan Desa/Kelurahan

Tidak ada komentar: