Rabu, 28 Agustus 2013

REFORMASI KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL (KJF) PENYULUH


Yang dimaksud penyuluh adalah penyuluh pegawai negeri sipil (PNS) yang berada di lingkungan Kantor Penyuluhan Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Kotawaring Barat. Mengapa yang disorot hanya penyuluh? Pertama, ada yang mengatakan bahwa penyuluh merupakan “ujung tombak” pembangunan sesuai dengan sektornya. Kedua, ada yang mengatakan bahwa aksi penyuluh merupakan cerminan kinerja instansi satuan administasi pangkalnya. Ketiga, ada yang mengatakan bahwa penyuluh merupakan agen perubahan. Keempat, ada yang mengatakan bahwa menjadi penyuluh itu tidak gampang. Kelima, ada rumor yang mengatakan bahwa penyuluh tidak pernah mengadakan pertemuan kelompok. Keenam, ada yang mengatakan bahwa cepat atau lambat fasilitas bagi penyuluh akan lebih ditingkatkan. Ketujuh, ada rumor yang mengatakan bahwa penyuluh hanya makan gaji buta. Dan, barangkali masih banyak pernyataan lain yang menunjukkan adanya "tantangan dan harapan" bagi para penyuluh.

Enak atau tidak enak, baik atau tidak baik, benar atau salah, sah  atau tidak sah, pernyataan-pernyataan tersebut di atas menunjukkan masih adanya pengakuan atas keberadaan penyuluh. Tidak ada yang abadi, kecuali perubahan. Oleh karena itu, tidak ada salahnya jika kita untuk selalu bercermin diri. Apakah yang kita lakukan sudah sesuai harapan? Apakah kita telah membekali diri untuk menghadapi tantangan yang ada? Sementara teknologi informasi dan komunikasi berkembang cepat dan berpengaruh terhadap segala sisi-sisi kehidupan, termasuk bidang penyuluhan.

KJF dan PPL
Kita coba memahami kembali apa yang dimasud KJF, dan apa yang dimaksud PPL. Sebagian dari kita, atau barangkali sebagian besar dari kita, selama ini memahami atau menganggap bahwa Kelompok Jabatan Fungsional (KJF) adalah jabatan fungsional yang hanya melaksanakan kegiatannya di kantor, atau katakanlah jabatan struktural bayangan. Sedangkan PPL (yang sebenarnya sebutan ini sudah tidak tepat lagi untuk era sekarang) adalah jabatan fungsional penyuluh yang hanya melaksanakan kegiatannya di lapangan atau lokasi. Benarkah anggapan yang demikian?

Jika kita mengamini anggapan tersebut di atas, tidak salah jika ada yang berpendapat bahwa kita belum mampu memahami uraian tugas pokok dan fungsi kita sebagai penyuluh. Jika kita pelajari kembali tentang uraian tugas pokok, dan fungsi penyuluh secara umum, berdasarkan lokasi penyuluh dalam melaksanakan kegiatan penyuluhannya, ada kalanya penyuluh melaksanakan kegiatan penyuluhannya di kantor, dan ada kalanya melaksanakan kegiatan penyuluhannya di luar kantor. Masalahnya sekarang, mampukah kita membedakan apa itu KJF, dan apa itu PPL?

Kelompok Jabatan Fungsional (KJF), menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 57 Tahun 2007 Tentang Petunjuk Teknis Penataan Organisasi Perangkat Daerah, bahwa Kelompok Jabatan Fungsional terdiri dari sejumlah tenaga fungsional yang diatur dan ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Kelompok Jabatan Fungsional dipimpin oleh seorang tenaga fungsional senior yang ditunjuk. Kelompok Jabatan Fungsional mempunyai tugas sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Barangkali yang dimaksud peraturan perundang-undangan tersebut adalah Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: PER/02/MENPAN/2/2008 tentang Jabatan Fungsional Penyuluh Pertanian dan Angka Kreditnya, Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: PER/19/M.PAN/10/2008 tentang Jabatan Fungsional Penyuluh Perikanan dan Angka Kreditnya, Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor: 32 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: 130/KEP/M.PAN/12/2002 tentang Jabatan Fungsional Penyuluh Kehutanan dan Angka Kreditnya, berikut turunan-turunannya.
Menurut Peraturan Bupati Kotawaringin Barat Nomor 33 Tahun 2009 tentang Tugas Pokok dan Fungsi Kantor Penyuluhan Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Kotawaringin Barat, Kelompok Jabatan Fungsional mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas teknis Penyuluhan Pertanian dan Ketahanan Pangan di bidang kegiatan persiapan, pelaksanaan, evaluasi dan pelaporan, serta pengembangan penyuluhan pertanian, peternakan, perikanan, perkebunan dan kehutanan sesuai keahlian dan keterampilan. Pernyataan ini selain kalimatnya kepanjangan, substansinya juga kurang tepat, apalagi ada kata “sebagian”. Lebih tepat jika diubah menjadi “Kelompok Jabatan Fungsional mempunyai tugas sesuai dengan peraturan perundang-undangan”. Terlepas dari kekurangsempurnaan yang ada, istilah KJF jelas-jelas ada aturan mainnya. Bagaimana dengan PPL?
PPL adalah singkatan dari Penyuluh Pertanian Lapangan, yang mana sebutan tersebut populer di era BIMMAS, bahkan hingga sekarang, konon pada masa itu, keberadaannya dinilai berandil besar dalam menyukseskan swasembada beras nasional. Namun di era sekarang, sulit menjelaskan apa yang dimaksud PPL. Ingat, jika sekarang ada penyuluh kehutanan, akankah ada sebutan PKL? Jika ada huruf ”L”, yang maksudnya lapangan, apakah selalu penyuluh melaksanakan kegiatannya di lapangan? Jadi ingat komentar Pak  Camat, ”Lapangan yang mana..? Jangan-jangan lapangan futsal...”. Dengan adanya keterbatasan dalam hal memahami pengertian PPL di era sekarang, maka dalam pembahasan selanjutnya, sebutan ”PPL” diganti dengan sebutan ”penyuluh”.

Tantangan dan Harapan
            Bicara soal jabatan, barangkali sebagian dari kita berpikiran bahwa jabatan fungsional tidak segengsi seperti jabatan struktural, apalagi sebagai pejabat fungsional penyuluh. Cangkul, sawah, kolam, lumpur, kumuh sebagai gambarannya. Penyuluh juga dipandang hanya sebagai pelaksana saja. Oleh karenanya, tidak dipungkiri, ada pihak-pihak yang dengan ringannya, dengan dangkalnya, mengkritisinya. Kritis boleh-boleh saja, asal solutif, bukan sekedar cacian atau cemoohan yang justru kontradiktif.
Tapi untunglah, jika kebenaran pernyataan tersebut di atas hanya ada pada pikiran yang bersifat sesaat, dan kita anggap sebagai ujian dalam upaya untuk meningkatkan kemampuan, itu akan lebih baik. Akan tetapi, jika menganggap benar dan mendarah daging, hingga lari menghindar dari amanah yang telah diberikan, lupa akan jatidirinya, lupa akan di mana tempat kerjanya, itu pengecut namanya.
            Sebagian merasa lebih hebat, hanya dengan mengorek keburukan rekan seprofesi, daripada diskusi yang konstruktif. Andaikan saja kita menerapkan salah asas penyuluhan yaitu asas ”bertanggung gugat”, yang mana pengertiannya adalah bahwa “evaluasi kinerja penyuluhan dikerjakan dengan membandingkan pelaksanaan yang telah dilakukan dengan perencanaan yang telah dibuat dengan sederhana, terukur, dapat dicapai, rasional, dan kegiatannya dapat dijadwalkan”, apakah kita sudah bekerja dengan baik? Senangkah kita, jika kita mampu menjatuhkan rekan sendiri, sementara kita menunpuk dosa?
Perubahan begitu cepat. Akibat semakin canggihnya teknologi informasi dan komunikasi, semakin cepat pula perubahan terjadi. Tentu, harapannya adalah perubahan yang lebih baik. Penyuluh sebagai agen perubahan, seberapa mau, seberapa mampu, memanfaatkan teknologi tersebut. Ataukah kita hanya siap menjadi penonton atas perubahan-perubahan yang terjadi?
            Yakin, bahwa tidak semua penyuluh bisa melaksanakan kegiatan yang bersifat administrasi dengan baik, dan demikian juga yakin, bahwa tidak semua penyuluh yang bisa melaksanakan kegiatan kunjungan dengan baik. Untuk itu perlu adanya perubahan, khususnya dalam hal pembagian wilayah kerja penyuluhan . Jika selama ini, upaya peningkatan kinerja penyuluh dilakukan melalui pendekatan personal belum sesuai harapan, bagaimana jika melalui pendekatan sistem.

Reformasi KJF
            Kata ”reformasi” disini diartikan sebagai upaya untuk penataan kembali. Sedangkan KJF adalah singkatan dari ”Kelompok Jabatan Fungsional”. Jadi, KJF hanyalah suatu kelompok, bukan suatu jabatan, atau jabatan struktural bayangan. Reformasi KJF adalah upaya untuk menciptakan sistem kerja yang lebih baik sesuai tugas pokok dan fungsi jabatan fungsional yang ada di dalam kelompok tersebut. Atau, secara umum bisa dikatakan sebagai rekayasa sosial. Substansinya adalah perubahan. Rekayasa sosial diciptakan akibat adanya gerakan sosial dengan tujuan ideal tertentu. Dalam konteks ini, penyuluhan bisa dikategorian sebagai gerakan sosial, yang mana tujuan idealnya adalah meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan, dan kesejahteraan, serta meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup bagi sasaran penyuluhnnya.

KJF, dalam hal ini adalah kelompok jabatan fungsional penyuluh di lingkungan Kantor Penyuluhan Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Kotawaringin Barat merupakan unsur strategis yang menentukan keberhasilan penyuluhan (pertanian, perikanan, dan kehutanan) di wilayah kerja penyuluhan Kabupaten Kotawaringin Barat. Jika ada pendapat yang mengatakan bahwa kinerja penyuluhan belum maksimal, atau ada pihak yang merasa belum puas atas kinerja penyuluhan, sebaiknya kita tanggapi secara bijak. Yang penting kita harus punya komitmen untuk tetap mengevaluasi diri, dan berusaha untuk lebih baik sesuai dengan perkembangan yang ada. Jika kita sepakat memang benar bahwa kinerja penyuluhan belum maksimal atau memuaskan, tidak ada salahnya, jika kita mencoba melakukan perubahan. Jika ini terjadi akibat kinerja penyuluh yang belum maksimal, dan jika selama ini dalam meningkatkan kinerja penyuluh hanya menggunakan pendekatan personal belum sesuai harapan, maka alternatif upaya yang harus dilakukan adalah dengan perubahan sistem. Sistem yang dimaksud adalah sistem yang mengatur tentang KJF penyuluh. Hal-hal penting terkait dengan perubahan sistem dalam KJF penyuluh adalah lain :
1.    Mengubah sebutan ”PPL” menjadi ”Penyuluh”.
Mengingat sebutan ”PPL” sudah tidak sinkron lagi dengan tugas pokok dan fungsi penyuluh. Bukankah ada kalanya jika penyuluh harus mengerjakan tugas-tugas administrsi kantor? Selain itu barangkali ada penyuluh yang mengkeret (menjadi inferior) jika disebut PPL.
2.    Menghapus anggapan bahwa KJF adalah suatu jabatan (struktural bayangan/pekerja kantoran).
Bukankah pengelompokan jabatan itu hanya ada 2, struktural dan fungsional?
3.    Mengubah konsep yang diterapkan dalam pembagian wilayah kerja penyuluhan ”satu desa, satu penyuluh” menjadi ”satu wilayah kerja penyuluhan atau satu rencana kerja, dua atau tiga penyuluh.
Ini bermaksud untuk menciptakan bergaining position penyuluh. Perlu diakui tidak semua penyuluh trampil/ahli dalam hal kegiatan lapangan, dan tidak semua penyuluh trampli/ahli dalam hal kegiatan administrasi kantor. Jadi dengan 2-3 penyuluh dalam satu wilayah diharapkan dapat saling menutupi kelemahan. Selanjutnya ini bisa disebut ”Tim Kerja Penyuluhan”.
4.    Mengubah basis absensi penyuluh di desa menjadi di BPP.
Hal ini mengingat bahwa BPP masih banyak yang perlu dibenahi, baik status kelembagaannya, maupun fasilitas-fasilitas lainnya. Selain itu penyuluh bukan bagian unsur pemerintah desa. Intinya bagaimana bisa memperkuat BPP. Sedikit keluar dari konteks, jangan terlalu banyak berpikir POSLUHDES, jika BPP masih banyak kekurangannya.
5.    Perlu adanya forum penyuluh alternatif, selain forum tatap muka (nyata), yaitu forum di dunia maya.
Ini bisa sebagai media untuk menyampaikan ide/gagasan dan diskusi. Selain murah, juga tak terbatas waktu. Bayangkan andai kata semua penyuluh menyadari manfaat internet dan terbiasa memanfaatkannya, untuk meningkatkan kapasitasnya tidak perlu menunggu undangan diklat, walaupun diakui bahwa itu penting secara administrasi.

Penutup
            Tidak ada yang sakral, kecuali Hukum Allah, Hukum Tuhan Yang Maha Esa. Penyuluh adalah agen perubahan, kenapa harus takut melakukan perubahan. Tentu, yang demikian itu perlu pemikiran yang mendalam dan komprehensif.
            Tulisan ini diharapkan dapat menginspirasi insan-insan penyuluhan yang peduli terbentuknya sistem penyuluhan yang lebih baik. Tulisan ini juga bisa diakses di www.Untuk itu, komentar, kritik dan saran atas gagasan ini sangat diharapkan.
lebih lanjut >>

Kamis, 25 April 2013

Membuat Aplikasi Formulasi Pakan Ikan

Salah satu permasalahan yang dihadapi oleh para pembudidaya ikan khususnya pada kelas pembesaran adalah mahalnya harga pakan dan ketersediaannya pun terkadang belum stabil. Salah satu skenario yang barangkali mampu memberikan jawaban atas permasalahan tersebut adalah membekali para pembudidaya ikan tersebut keterampilan membuat pakan ikan.
Salah satu tahap kegiatan dalam pembuatan pakan ikan adalah meramu atau menyusun atau memformulasi bahan baku pakan ikan. Yang mana tujuan dari tahap ini adalah untuk menentukan seberapa banyak bahan baku pakan ikan yang dibutuhkan, sehingga diperoleh kadar protein pakan ikan yang telah dibuat sesuai dengan yang diinginkan.
Ada beberapa metode formulasi yang bisa diterapkan. Namun pada kesempatan ini hanya akan mengimplementasikan salah satu metode saja, yaitu metode segi empat. Metode ini akan dikemas dengan bantuan ms. excel. Dan, jika sudah selesai akan saya coba menguploadnya.
Sampai jumpa....
lebih lanjut >>

Rabu, 10 April 2013

Membuat Blanko Rencana Usaha Kelompok (RUK)

Kegiatan ini merupakan kebijakan mandiri yang saya lakukan dalam rangka mencari formula atau strategi yang lebih efektif dalam kegiatan penyuluhan. Mengapa saya menganggap hal ini penting? Karena dengan disusunnya RUK, maka dapat diketahui apa-apa yang menjadi kebutuhan kelompok pelaku utama perikanan, baik dari aspek teknik maupun manajerial. Sehingga akan membantu kita dalam menyusun materi penyuluhan sesuai dengan kebutuhan sasaran. Tidak hanya itu, RUK yang telah disusun juga dapat dijadikan sebagai salah satu instrumen atau alat untuk mengakses sumber daya perikanan dan dalam rangka penyusunan programa penyuluhan perikanan.
Blanko RUK yang saya buat ini, sangat berbeda dengan blanko RUK-nya program PUMP atau PUAP. Referensi yang saya pedomani dalam pembuatan blanko ini dalam adalah KEPUTUSAN  MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.14/MEN/2012 TENTANG PEDOMAN UMUM PENUMBUHAN DAN PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PELAKU UTAMA PERIKANAN.
Hingga saat ini, pembuatan blanko RUK sudah hampir selesai, dan jika sudah selesai akan segera saya upload. Selanjutnya bagi rekan-rekan yang memerlukannya tidak dilarang untuk mendownloadnya. Perlu digarisbawahi bahwa blanko RUK ini bersifat open source, artinya bisa anda modifikasi sesuai dengan kondisi di lapangan.
lebih lanjut >>

Rabu, 03 April 2013

Blanko Penilaian Kelas Kemampuan Kelompok

Tahun ini, 2013, Kantor Penyuluhan Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Kotawaringin Barat akan menyelenggarakan kegiatan penilaian kelas kemampuan kelompok pelaku utama baik pertanian maupun perikanan. Berbagai hal telah dipersiapkan, termasuk instrumen penilaian. Terkait instrumen penilaian, khususnya untuk kelompok perikanan, masih berupa dokumen dengan tipe fle pdf. Dengan tipe seperti ini, relatif akan menghampat proses pengolahan data. Oleh karena itu, saya mencoba untuk mengubahnya dalam file excel. Yang mana tujuannya adalah agar dalam proses pengolahan data hasil penilaian akan lebih mudah dan cepat.
Bagi rekan-rekan penyuluh yang berminat silakan download di http://www.4shared.com/file/CqVkPhFg/Blanko_Penilaian_Pokan.html
lebih lanjut >>

Kamis, 21 Maret 2013

Kegiatan hari ini

1. Mempelajari Pedoman Teknis Penyelenggaraan Gerakan Nasional Masyarakat Peduli Industrialisasi Kelautan dan Perikanan (GEMPITA) Tahun 2013
2. Melanjutkan penyusunan form RUK untuk pelaku utama perikanan
lebih lanjut >>

Kamis, 14 Maret 2013

Kegiatan Hari Ini

1. Membuat form kriteria penilaian pokan di excel,
2. Memodifikasi form RUK
lebih lanjut >>

Jumat, 08 Maret 2013

Kegiatan Hari Ini

Kunjungan pertemuan rutin ke kelompok Danum Mulyo
Masalah-masalah:
1. Papan nama di kolam baru hilang diambil orang,
2. Cari ngisi kolam yang baru
Pemecahan:
1. Papan nama siap diganti,
2. Kolam yang baru diupayakan tahun, depan, untuk tahun ini belum siap.
lebih lanjut >>

Kamis, 07 Maret 2013

Hai Penyuluh, Tunjukkan Kinerjamu!

Sebagai insan penyuluhan, tahukah kita, kenapa kita masih berada pada posisi yang lemah? Salah satu jawaban yang sangat mungkin adalah karena kita belum mampu menjawab pertanyaan “apa sih yang dihasilkan dengan adanya penyuluhan?”. Kalau toh kita mampu menjawab, mungkin jawaban kita masih bersifat abstrak, kualitatif, dan bersayap, sehingga mengesankan bahwa kita belum memahami tugas pokok dan fungsi penyuluhan. Untuk itu, perlu adanya “komitmen bersama” tentang “apa yang dapat dijadikan sebagai indikator yang dapat menunjukkan kinerja penyuluhan”. Indikator yang dipilih haruslah dapat diukur dan bersifat kuantitatif. Selain itu, juga perlu memperhatikan tingkat keabsahan menurut ketentuan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.
Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan, yang dimaksud penyuluhan pertanian, perikanan, dan kehutanan yang selanjutnya disebut penyuluhan adalah proses pembelajaran bagi pelaku utama serta pelaku usaha agar mereka mau dan mampu menolong dan mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi pasar, teknologi, permodalan, dan sumberdaya lainnya, sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan, dan kesejahteraannya, serta meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup. Berdasar pada pengertian penyuluhan tersebut, maka secara gramatikal, dapat ditafsirkan bahwa domain tugas pokok dan fungsi penyuluhan adalah memumbuhkembangkan organisasi. Menelusuran lebih lanjut, adakah ketentuan peraturan perundang-undangan yang relevan mengatur tentang penumbuhan dan pengembangan organisasi pelaku utama serta pelaku usaha?
Tanpa membedakan pengertian apa itu organisasi, lembaga, atau kelompok, bersyukurlah, untuk penyuluhan perikanan telah diundangkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor KEP.14/MEN/2012 tentang Pedoman Umum Penumbuhan dan Pengembangan Pelaku Utama Perinan. Terkait dengan pokok bahasan kita kali ini, hal yang paling esensial dari keputusan tersebut adalah penilaian kelas kemampuan kelompok. Jika kita perhatikan lebih lanjut pada blanko penilaian, kriteria-kriteria penilaian yang disusun menunjukkan faktor-faktor perilaku yang akan dinilai dengan memberikan skor/angka. Pada akhirnya total skor akan menunjukkan tingkat kelas kemampuannya. Dan ini bersifat dinamis, bisa naik bisa turun. Inilah sebenarnya yang kita cari.
Oleh karena itu, dengan asumsi bahwa ada hubungan yang positif dan signifikan antara tingkat kelas kemampuan kelompok dengan tingkat produktifitas, pendapatan dan kesejahteraan anggotanya, sepakatkah kita bahwa bertambah atau berkurangnya kelompok, bertambah atau berkurangnya anggota kelompok, dan/atau naik atau turunnya kelas kemampuan kelompok merupakan indakator kinerja penyuluhan? Ingat, kita mencari indikator yang bisa diukur dan syah menurut ketentuan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.
Jika kita tidak sepakat, atau tidak ada pilihan lain, apakah kita tetap biarkan opini yang menyatakan bahwa penyuluh hanya makan gaji buta?! Maaf, bukan hanya penyuluh, tapi semua insan penyuluhan. Tentu tidak bukan …??? Jika kita sepakat, maka dapat disimpulkan bahwa keadaan kelompok (jumlah kelompok, kelas kemampuan, jumlah anggota) merupakan indikator kinerja penyuluhan.



lebih lanjut >>

Senin, 04 Maret 2013

Sugiyatmo,SP Penyuluh Perikanan Teladan Nasional

Jogja, 16 Desember 2011. Penyuluh Perikanan yang mewakili D.I. Yogyakarta memperoleh juara satu di tingkat nasional sebagaimana diumumkan dalam pertemuan tanggal 11-14 Desember 2011, dalam rangka Penyerahan ADI BAKTI MINA BAHARI Tingkat Nasional Tahun 2011 di Pekan Baru Provinsi RIAU.
Perjuangan Sugiyatmo,SP dimulai dari tenaga Honorer di Provinsi Jawa Tengah, dan pada Maret 1986 diangkat sebagai CPNS di Provinsi Jawa Tengah, pada tahun 1991 setelah sekian lama di Jawa Tengah, Sudiyatmo dipindah ke Provinsi DIY tepatnya di Kabupaten Bantul. Mulai 1 Juni 2011 oleh Bupati Bantul diangkat sebagai Penyuluh Perikanan Madya Kabupaten Bantul dengan wilayah kerja Kecamatan Pandak.
Beberapa prestasi binaan Sugiyatmo, SP dimulai dari kelompok Mina Karya, yang mengusahakan Pembibitan. Dikelompok itu diajarkan berbagai teknik konstruksi kolam, pemilihan induk matang, teknik pemijahan, sortasi benih, dan pendederan. Mina Karya akhirnya memperoleh juara harapan III tingkat nasional. Usaha yang gigih dan semangat pantang menyerah selalu menginspirasi Sugiyatmo,SP untuk tetap berkreasi terutama sejak tahun 2006 dimana gempa bumi dasyat melanda Kabupaten Bantul. Sejak saat itu banyak usaha perikanan yang gulungtikar, namun dengan motivasi tinggi Pokdakan-Pokdakan ini berhasil dibangkitkan kembali. Dengan menggunakan tenda-tenda bekas mereka membuat kolam budidaya, bahkan di bekas rumahnya tidak segera dibangun tetapi untuk memelihara ikan. Akhirnya perkembangan perikanan khususnya di Kecamatan Pandak pelan-pelan mulai maju lagi. Tahun 2007 salah satu anggota binaan Sugiyatmo,SP maju dalam lomba tingkat nasional untuk kategori ikan hias dan berhasil menjadi Juara II Tingkat Nasional. Kemudian karena bagusnya pokdakan , baik dari sisi budidaya, olahan dan pemasaran, Desa Gilangrejo juga ditetapkan sebagai desa wisata, dengan banyak mendapat kunjungan baik dari wisatawan domestik maupun mancanegara.
Begitu banyak cerita sukses dibalik keberhasilan Sugiyatmo,SP untuk menjadi Teladan Nasional, namun bukan berarti tidak ada hambatan dalam pekerjaan. Tetapi beliau dengan gigih menjadikan hambatan sebagai batu ujian untuk menjadi lebih baik. Sebuah nasihat mengatakan : Tidak ada yang tidak mungkin, Cuma belum saja.(yz_kp)
Sumber : http://bkpp.jogjaprov.go.id/content/read/157/Sugiyatmo,SP-Penyuluh-Perikanan-Teladan-Nasional



lebih lanjut >>

Kegiatan Hari Ini

1. Membuat form rekapitulasi data kelembagaan pelaku utama perikanan
2. Membuat form Rencana Usaha Kelompok
3. Membuat form indentifikasi potensi wilayah
lebih lanjut >>

Minggu, 03 Maret 2013

Belajar Budidaya Haruan/Gabus/Behau

Berawal dari sebuah pertanyaan dari salah satu pelaku utama “apakah haruan bisa dibudidaya?”. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, saya mencoba menelusuri lorong-lorong dunia maya. Alhamdulillah, informasi terkait hal tersebut berhasil saya dapatkan. Sehingga tidaklah berat untuk menjawab “bisa”.

Sebagai konsekuensinya, saya harus berkeras untuk bisa lebih yakin bahwa haruan benar-benar bisa dibudidaya. Dengan filosofi “pengalaman adalah guru yang paling baik”, saya mencoba untuk membudidayakannya walaupun dalam skala kecil.

Hari demi hari, menelusuri rawa-rawa, alhamdullah ada informasi dari saudara saya bahwa di sungai itu ada “beyong”, istilah jawa untuk anakan haruan. Dengan membawa serok bergegas menuju TKP. Alhamdulillah kurang lebih 50 ekor anakan haruan dengan ukuran panjang kurang lebih 1 cm berhasil saya angkat, dan inilah yang saya jadikan benih.

Pertama kali yang ingin pelajari adalah perilaku haruan. Untuk sejumlah 50 ekor ukuran 1 cm saya gunakan wadah berupa akuarium ukuran 60x40x30 cm. Akuarium saya letakkan dekat lalu lalang orang (untuk mengetahui mentalitas haruan). Pakan berupa pakan alami, yaitu daphnia dan cacing sutera. Setelah seminggu tidak ada yang mati, ukuran telah menjadi kurang lebih 2 cm.

Sementara sekian dulu, lain kali disambung lagi.

lebih lanjut >>

Jumat, 01 Maret 2013

Kegiatan Hari ini

1. Kunjungan ke pokdakan danum mulyo

Acara pertemuan ditunda tgl. 8 Maret, karena ketua ada kegiatan lain.

2. Konsultasi pembuatan poster ke KPPKP

Draf masih dipelajari.

3. Mengumpulkan bahan-bahan terkait dengan materi penyuluhan.

lebih lanjut >>

Sabtu, 23 Februari 2013

Menjadi Peserta Rapat yang Super

Peserta rapat dapat dibagi menjadi 3 jenis manusia. Jenis pertama disebut ‘yes-butter’. Jenis kedua disebut ‘not-knowers’. Dan jenis ketiga adalah why-notters’.
Peserta rapat berjenis ‘yes-butter’ belum menjadi peserta yang kontributif. Biasanya jenis ini mengambil posisi konfrontasi ‘yes-but..’ dengan kata lain ‘ya-tapi…’. Jika rapat dihadiri oralh peserta jenis ini, maka dapat diapstikan rapat akan berujung pada ‘kekacauan’. Masing-masing ingin menunjukkan ego ‘ke-akuan’nya. Pengambilan keputusan akan selalu tersendat.
Apakah anda termasuk tipe kedua, ‘not-knowers’ atau ‘ga tahu apa2’? Semoga enggak. Peserta jenis ini ga akan bisa menyumbangkan apa-apa karena pengetahuan tentang topik rapat sangat minim. Dengan begitu, peserta jenis ‘not-knowers’ adalah peserta yang tidak produktif.
Jenis yang menurut saya paling ideal adalah ‘why-notters’. Menjadi peserta jenis ‘why-notters’ atau ‘kenapa tidak’ sangatlah diperlukan dalam rapat. Anda akan memiliki kesempatan yang bagus dalam andil membuat keputusan. Dengan menjadi peserta aktif dalam rapat, Anda juga akan dikenal dalam organisasi anda.
Untuk meningkatkan kemampuan dalam menjadi peserta aktif, kita perlu beberapa strategi taktis, antara lain :
1. Mengerti kenapa anda diundang
Sebelum ikut rapat, tanya dulu ke diri anda sendiri :
  • Apakah saya diundang untuk mewakili divisi atau unit saya?
  • Apakah saya diundang karena memiliki pengetahuan atau kemampuan tertentu?
  • Apakah saya diundang karena rapat mengharapkan pengalaman saya?
Jawaban2 tersebut akan membantu untuk membuat persiapan sebelum rapat.
2. Kenali peserta lain
Cari info tentang peserta lain, misal siapa, apa posisinya, pa yang mereka suka dan tidak suka, keunggulan dan kelemahan mereka, dan bagaimana reaksi mereka terhadap gagasan baru. Mengetahui informasi tentang mereka akan membantu anda untuk menerapkan strategi dalam rapat.
3. Persiapkan sejak awal
Pelajari semua bahan rapat beberapa hari sebelum rapat diselenggarakan. Fokuskan pada item-item dari agenda rapat. Kumpulkan data. Mungkin rapat akan memerlukan data-data dari anda dan tuliskan rekomendasi dan saran yang akan anda ajukan dalam rapat. Kualitas dan kuantitas persiapan yang anda lakukan akan menentukan mutu anda sebagai peserta. Persiapan yang matang akan menjadikan anda sebagai kontributor yang handal dalam rapat. Sebaliknya, jika tidak ada persiapan maka anda hanya menjadi ‘penumpang’ rapat yang tidak diperhitungkan.
4. Datanglah lebih awal dan gunakan waktu tunggu dengan bijak
Budaya jam karet tidak berlaku untuk anda. Sebaliknya, untuk menjadi peserta rapat yang super, anda harus datang lebih awal. Gunakan waktu untuk berkenalan dengan peserta lain. Pelajari posisi mereka dalam memandang topik yang akan dibicarakan dalam rapat. Jika memungkinkan ambillah posisi duduk dekat pemimpin rapat, dengan begitu anda akan terpacu untuk berperan aktif dan anda akan mudah dikenal.
5. Bicaralah!
Nah, penyakit orang Timur itu terlalu diam dan ‘nerimo’. Jangan ragu untuk bicara dalam rapat. Membuat pertanyaan dalam rapat akan melatih anda untuk fasih dalam berbicara. Penelitian mengatakan bahwa orang yang tidak ragu untuk berbicara dalam rapat akan memberikan kontribusi gagasan dan pemikiran daripada orang yang pasif dan diam.
6. Jadikan kehadiran anda berarti
Kemukakan poin gagasan anda dengan jelas, singkat, dan tepat. Tetaplah diam jika anda tidak memiliki sesuatu yang berguna untuk dikatakan. Dengarkan gagasan pserta lain. Simpan ide dan gagasan sampai tiba waktu yang tepat. Tahanlah diri untuk tidak mendominasi diskusi. Aktiflah memberi tanggapan terhadap pendapat peserta lain. Jangan lupa, buat tanggapan positif dan konstruktif. Mintalah penjelasan jika kurang paham dengan pendapat peserta lain.7.     
Jadilah pendengar yang aktif
Pernahkah anda menghadiri rapat yang banyak interupsinya? Masing-masing peserta ingin bicara. Pendapat satu orang dipotong oleh peserta lain. Mengapa situasi ini bisa terjadi? Faktor2nya mungkin sebagai berikut.
  • Para peserta tidak dapat menjadi pendengar aktif
  • Bersemangat sekali untuk bicara dan ingin agar gagasannya didengarkan
  • Sibuk memikirkan apa yang ingin dikatakan dan lupa untuk memperhatikan pendapat peserta lain
  • Tidak saling mengenal, akibatnya pendapat ‘orang asing’ cenderung tidak didengarkan
Untuk mengatasi hal ini jadilah pendengar yang aktif. Jika anda mendengar secara aktif, anda akan mampu memberi tanggapan yang tepat. Andapun dapat menyusun pertanyaan bermutu.

7. Jadikan rapat sebagai media belajar
Melalui rapat anda dapat belajar bagaimana memberikan pendapat dan meberikan argumentasi. Anda dapat belajar bagaimana memberikan kritik dan menerima kritik. Anda dapat belajar bagaimana menggabungkan gagasan anda dengan gagasan peserta lain.
8. Ajukan diri sebagai sukarelawan untuk merangkum gagasan rapat
Kesediaan anda akan menguatkan posisi anda di hadapan pemimpin rapat dan peserta bahwa anda adalah seorang pserta rapat yang aktif. Dalam kehidupan organisasi, ini akan mempermulus jalan anda dalam meniti karier.10. 
9. Akhirnya, Taatilah aturan emas dalam rapat
Aturan emas itu adalah :
  • Hindari memotong pembicaraan pserta lain
  • Hindari membuat kegaduhan dalam rapat. Misal mengetukkan pensil ke meja atau menggerbrak meja
  • Hindari mengkritik perseorangan, kemukakan pendapat anda kepada rapat
  • Jika ingin mengkritik, kritiklah pendapatnya jangan orangnya.
Sumber : http://validhasyimi.wordpress.com/2011/10/29/menjadi-peserta-rapat-yang-super/



























lebih lanjut >>

Jumat, 22 Februari 2013

Rapat yang Efektif dan Efisien

Abstraksi
Tidak jarang kita melihat sebuah rapat berakhir tanpa arah, tidak fokus dan terkesan asal-asalan. Lalu bagaimana idealnya rapat itu dilakukan, apa sebenarnya agenda yang akan dirapatkan, siapa yang memimpin rapat, berapa lama waktunya dan seterusnya tentu banyak pertanyaan dibalik itu semua. Rapat (conference atau meeting) merupakan alat/media komunikasi kelompok yang bersifat tatap muka dan sangat penting, paling tidak itu yang lebih bersifat umum yang artikan mengenai rapat menurut beberapa ahli. Agar sasaran dari sebuah pertemuan yang bersifat formal dalam hal ini bentuknya adalah sebuah rapat dapat terlaksana dengan baik maka faktor-faktor apa saja yang harus kita pertimbangkan sehingga rapat menjadi bahagian kegiatan yang dianggap penting, bukan sekedar tatap muka tanpa menghasilkan keluaran yang jelas..

Definisi
Rapat adalah berkumpulnya sekurang-kurangnya dua atau lebih orang untuk memutuskan suatu tujuan (Shrap v. Dawes, 1976), sedangkan menurut Nunung dan Ratu Evi (2001:129) rapat merupakan suatu alat komunikasi antara pimpinan kantor dengan stafnya. Adapun Wursanto (1987:136) memberikan  pengertian yaitu, merupakan suatu bentuk media komunikasi kelompok yang bersifat tatap muka yang sering diselenggarakan oleh banyak organisasi, baik swasta maupun pemerintah.
Pada pengertian lain rapat juga dapat diartikan sebagai kumpulan sekelompok orang untuk menyatukan pemikiran guna melaksanakan urusan (dalam hal rapat lebih bersifat formal yang melibatkan empat orang atau lebih, rapat organisasi dimaksudkan untuk berkomunikasi, perencanaan, penetapan kebijakan, pengambilan keputusan, atau pemberian motivasi kepada pegawai agar berlangsung efektif.
Rapat merupakan sarana komunikasi dalam organisasi, meskipun demikian, rapat tidak selalu menghasilkan keputusan yang efektif. Oleh karena itu, rapat perlu diselenggara-kan dengan efisien mengingat pentingnya arti waktu bagi tiap-tiap orang yang bekerja.

Tinjauan
Tiada hari dalam setiap waktu suatu organisasi atau instansi menerima informasi dari berbagai organisasi lain. Kecepatan arus informasi memerlukan keputusan yang tepat. Keputusan yang diambil berdasarkan informasi akan berpengaruh pada aspek kinerja dalam sebuah orgainisasi/instansi. Untuk itu, semua keputusan baik bersifat umum maupun strategik perlu perlu ditetapkan melaluiajang yang kita sebut rapat.
Sebelum rapat diselenggarakan,pimpinan rapat harus mencermati tahapan-tahapan yang dilakukan agar sasaran rapatnya berhasil. Untuk itu, ia harus menetapkan perlu tidaknya penyelenggaraan rapat, menentukan tujuan,  memilih siapa saja peserta, menyusun agenda, dan menyiapkan lokasi rapat.
Rapat, pada umumnya dikategorikan sebagai rapat informasional, atau rapat pengambilan keputusan. Tujuan rapat informasional adalah berbagi informasi dan mengoordinasikan suatu tindakan. Rapat ini dapat meliputi “briefing”per orang oleh setiap peserta atau presentasi oleh pimpinan yang diikuti dengan pertanyaan dari peserta. Rapat pengambilan keputusan terutama berkenaan dengan persuasi, analisis, dan pemecahan masalah.
Meskipun peserta rapat yang diundang terbatas, perlu dipastikan bahwa orang-orang yang dapat memberikan sumbangan pikiran dan yang menentukan dalam pengambilan keputusan dapat hadir. Fungsi rapat adalah mengikuti informasi yangberkembang dengan cepat.Manajer menerimainformasi melalui sistemkomunikasi yang sangatcepat dari berbagaiinstansi dan individudari berbagai penjuru.
Menurut sifatnya, rapat dibedakan dalam tiga klasifikasi: yakni rapat yang baik, rapat yang buruk, dan rapat yang tidak perlu.
Kita tidak mengupas dua rapat terakhir, rapat yang baik mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

  1. Tujuan rapat diketahui dan dipahami oleh semua peserta rapat.
  2. Agenda disusun untuk mencapai tujuan rapat.
  3. Rapat diikuti oleh orang-orang yang berkompeten, baik sebagai kontributor ataupun penerima informasi dari rapat.
  4. Rapat berlangsung sesuai waktu yang ditetapkan, sesuai agenda, dan memenuhi tujuan tanpa ada waktu dan tindakan yang sia-sia.
  5. Alat bantu visual dengan gambar yang jelas dan tajam digunakan pada saat yang memungkinkan.
  6. Peserta rapat memahami peran masing-masing, hadir dengan persiapan yang direncanakan, dan memberikan kontribusi

Point penting dalam rapat Ada 14 (empat belas) langkah yang harus dilakukan oleh seorang pemimpin rapat agar dapat menjalankan rapat secara efektif dan efisien. Langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut:

  1. Menyiapkan agenda rapat yang memuat tentang peserta rapat yang hadir, daftar terperinci butir-butir yang akan dibahas, waktu dan tempat penyelenggaraan rapat, serta waktu berakhirnya rapat.
  2. Membagikan agenda rapat sebelum rapat dimulai sehingga peserta rapat dapat mempersiapkan diri untuk mengikuti rapat dengan baik.
  3. Menghubungi peserta rapat sebelum rapat dilaksanakan untuk memastikan bahwa peserta rapat benar-benar siap mengikuti rapat.
  4. Meminta kepada para peserta rapat untuk meneliti agenda rapat karena mungkin ada tambahan agenda dari peserta rapat.
  5. Menegakkan parameter waktu yang specifik.Rapat hendaknya dimulai tepat waktu.
  6. Menjaga bahasan yang terfokus pada hal-hal berikut : rapat hendaknya terfokus pada masalah pokok, minimalkan penyelaan atau interupsi, gangguan, dan komentar.
  7. Memberikan dorongan dan dukungan kepada peserta rapat agar berpartisipasi aktif dalam rapat.
  8. Di dalam rapat tidak lepas dari tanya-jawab untuk mendapatkan solusi yang baik atas suatu permasalahan, yang nantinya dari solusi tersebut dapat disetujui oleh seluruh peserta rapat itu sendiri. untuk itu gunakan Teknik Bertanya  dengan efektif, sehingga seluruh peserta rapat ikut andil dan memberikan kontribusinya berupa ide-ide cemerlang yang akan dipertimbangkan.
  9. Memelihara gaya yang berimbang. Pemimpin rapat hendaknya dapat mempertimbangkan kapan harus memberikan dorongan dan kapan harus bersikap pasif.
  10. Memberikan dorongan untuk membentuk gagasan. Pemimpin rapat hendaknya dapat memberikan dorongan pada hal-hal tertentu berikut ini: Pada titik-titik pandang yang berbeda, Pemikiran yang kritis, Ketidaksepakatan yang konstruktif
  11. Menghindari terjadinya bentrokan kepribadian antar peserta rapat. Pemimpin rapat hendaknya dapat menjadi penengah jika terjadi perdebatan yang tidak sehat di antara para peserta rapat. Hentikan serangan atau kritikan yang mengarah pada pribadi tertentu.
  12. Pemimpin rapat hendaknya dapat menjadi pendengar yang baik. Pemimpin rapat hendaknya mampu dan mau mendengarkan setiap komentar atau pendapat yang disampaikan setiap peserta rapat secara intensif.Pemimpin rapat hendaknya juga bersikap empati atau memahami dan berbagi perasaan dengan orang lain secara objektif.
  13. Menutup rapat dengan baik dan tepat waktu.Rapat hendaknya ditutup dengan melakukan hal-hal sebagai berikut: Memberikan ringkasan hasil rapat, Menjelaskan tindakan-tidakan yang dilakukan jika diperlukan, Membagi tugas lebih lanjut jika diperlukan
  14. Evaluasi hasil rapat. Biasakan untuk mengevaluasi setiap rapat yang telah dijalani. Ini penting agar kita bisa mencari tahu letak kekurangan rapat tersebut dan dapat memperbaikinya di kemudian hari

Sumber : http://www.ditbin-widyaiswara.or.id/artikel7.htm

lebih lanjut >>

Selasa, 19 Februari 2013

Apa Kabar Pos Penyuluhan Desa/Kelurahan

Empat atau lima tahun yang lalu, tepatnya pada kegiatan temu teknis penyuluh pertanian yang diselenggarakan di Hotel Novada, ada salah satu materi tentang kelembagaan penyuluhan tingkat desa/kelurahan (pos penyuluhan desa/kelurahan). Yang mana materi tersebut disampaikan oleh Koordinator Penyuluh Pertanian Kabupaten Kotawaringin, Bapak Marsono, kala itu. Walaupun pada saat itu peserta tampak kurang respon, namun pemateri terlihat cukup percaya diri. Maka dari itu, setelah sekian tahun lamanya, dengan memanfaatkan Google Search, keinginan untuk tahu sejauh mana perkembangan terkait materi tersebut, menunjukkan kemajuan yang signifikan. Ingin tahu hasilnya ?! Mari kita simak ulasan berikut ini.
Undang-undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan Pasal 8 Ayat (5) menyatakan bahwa kelembagaan penyuluhan pada tingkat desa/kelurahan berbentuk pos penyuluhan desa/kelurahan yang bersifat nonstruktural. Lebih lanjut dijelaskan pada Pasal 16 Ayat (1) bahwa pos penyuluhan desa/kelurahan merupakan unit kerja nonstruktural yang dibentuk dan dikelola secara partisipatif oleh pelaku utama. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia arti unit kerja adalah satuan kerja. Yang mana “satuan” itu sendiri berarti “regu”. Sumber lain mengatakan bahwa unit kerja adalah satuan organisasi. 
Dari beberapa pengertian tersebut di atas, maka dapat dipahami bahwa pos penyuluhan desa/kelurahan tidaklah hanya sekedar tempat atau ruangan dan/atau meja dan kursi yang khusus diperuntukkan bagi penyuluh PNS semata. Justru seorang penyuluhlah, khususnya penyuluh PNS, yang hendaknya bertindak sebagai provokator kepada pihak-pihak terkait atau pihak-pihak yang berkepentingan agar pos penyuluhan desa/kelurahan segera dibentuk. 
Sehubungan dengan pengelolaan atau manajemen pos penyuluhan desa/kelurahan, ada beberapa referensi yang patut dipertimbangkan, antara lain :
1.    Program Pemberdayaan Petani melalui Teknologi dan Informasi Pertanian (P3TIP)
Yaitu program yang memfasilitasi kegiatan penyuluhan pertanian yang dikelola oleh petani atau Farmers Managed Extension Activities (FMA). Melalui kegiatan ini petani difasilitasi untuk merencanakan dan mengelola sendiri kebutuhan belajarnya, sehingga proses pembelajaran berlangsung lebih efektif dan sesuai dengan kebutuhan pelaku utama
Dalam metode FMA ini pelaku utama dan pelaku usaha mengidentifkasi permasalahan dan potensi yang ada pada diri, usaha dan wilayahnya, merencanakan kegiatan belajarnya sesuai dengan kebutuhan mereka secara partisipatif dalam rangka meningkatkan produktivitas usahanya guna peningkatan pendapatan dan kesejahteraan keluarganya.
Tujuan umum pelaksanaan FMA adalah untuk meningkatkan kemampuan pelaku utama dan pelaku usaha dalam merencanakan, mengorganisasikan, melaksanakan, memantau dan mengevaluasi kegiatan-kegiatan penyuluhan pertanian dari, oleh dan untuk pelaku utama dan pelaku usaha dalam mengelola usahanya secara optimal dalam rangka peningkatan pendapatan dan kesejahteraan keluarga pelaku utama secara berkelanjutan.
Tujuan khusus pelaksanaan FMA adalah meningkatkan kapasitas pelaku utama dan pelaku usaha dalam :
a.       meng­identifikasi potensi yang dimilikinya, masalah-masalah yang dihadapi dalam pengelolaan usahanya dan alternatif-alternatif pemecahannya;
  1. memilih usaha yang paling menguntungkan serta mengidentifikasi kebutuhan informasi, teknologi dan sarana yang diperlukan untuk mengembangkan usahanya secara berkelanjutan;
  1. membangun keswadayaan, keswadanaan dan ke­pemimpinan pelaku utama dalam penyelenggaraan penyuluh­an pertanian dengan memperhatikan kesetaraan gender;
  1. menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan penyuluh swadaya dan organisasi petani (kelompoktani/gapoktan/asosiasi dll) untuk menjamin keberlanjutan penyuluhan dari, oleh, dan untuk pelaku utama dan pelaku usaha dalam pengembangan sistem agribisnis;
  1. menciptakan lingkungan yang mendorong lahirnya fasilitas pembelajaran bagi pelaku utama dan organisasi petani (kelompoktani/gapoktan/asosiasi dll) di tingkat desa, kabupaten dan provinsi dimana para pelaku utama dan pelaku usaha, laki-laki dan perempuan, dapat saling berbagi pengalaman dan juga untuk me­ngembangkan kemitraan diantara mereka serta dengan pihak lainnya;
  1. mengembangkan jejaring kerja dengan sumber-sumber informasi teknologi, pemasaran, permodalan dalam rangka pengembangan usahanya;
  1. mengembangkan kemitraan usaha dengan pihak lain;

h. memperluas dan mengembangkan usaha kelompoktani/gapoktan/asosiasi sehingga mencapai skala usaha yang efisien dalam rangka meningkatkan posisi tawar pelaku utama dan pelaku usaha.
Lebih lanjut kunjungi : www.deptan.go.id/feati/

2.    Pedoman Pengembangan Pos Penyuluhan Desa/Kelurahan
lebih lanjut >>